www.aisnusantara.com – Waktu itu (10/10/2017) saya mengikuti sebuah Public Lecture bertajuk “Ketika Agama Membawa Damai, Bukan Perang Belajar dari The Imam dan The Pastor” di UGM. Imam Muhammad Ashafa dan Pastor James Wuye menjadi pembicara dalam pertemuan tersebut. Pada mulanya keduanya saling berseteru dan membenci namun kemudian Imam Ashafa tiba-tiba menghentikan aksi balas dendamnya saat mendengarkan khotbah yang berisi ketulusan Nabi Muhammad SAW memaafkan ummat. Imam Ashafa dan Pastor James kemudian bertemu, saling memaafkan dan bersama-sama menyebarkan pesan damai kepada umat di Nigeria, Afrika bahkan dunia. Keduanya menyampaikan ceramah dengan santai dan menyenangkan, sama seperti agama yang sebenarnya menebar kedamaian dan bukan kekerasan.
Seketika itu, ingatan saya langsung mengarah pada sosok Guru, Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Umar bin Toha bin Yahya atau kerap dipanggil dengan Abah. Sebuah perjumpaan yang singkat namun sangat membekas dalam batin saya. Goresan pengalaman yang bagi saya luar biasa.
Beliau, Maulana Habib selalu rendah hati dan sabar dalam membimbing ummat. Saya masih ingat betul saat pertama kali berbicara dengan Beliau sebagai informan utama dalam tugas akhir saya. Saya bukan seorang santri mondok, yang masih belum atau bahkan tidak paham mengenai tata krama berbicara dengan Beliau. Namun Abah Habib Luthfi menjawab setiap pertanyaan saya dengan sangat detail. Sampai-sampai Beliau menunda menemui tamu hingga obrolan saya yang ditemani dua teman saya (Kang Syukron MATAN dan Kang Mursid) dengan Beliau selesai.
Tak berhenti disitu, di kala saya wawancara dengan Romo Tri yang merupakan Pemuka Agama Khatolik di Kota Pekalongan, Beliau menceritakan sosok Abah Luthfi yang merupakan tokoh nasionalis. Beliau Habib Luthfi mempersatukan ummat dari berbagai latar belakang suku dan agama. Jika saya boleh mengatakan (dan memang demikian adanya) Beliau Abah Luthfi selalu konsisten menyuarakan cinta tanah air Indonesia. Ke-Indonesiaan Beliau tidak diragukan lagi.
Satu cerita, Beliau Habib Luthfi, tokoh yang memprakarsai adanya peringatan Maulid Nabi Muhammad yang di salah satu sesi acaranya terdapat acara menyanyikan lagu Indonesia Raya, Lagu Kebangsaan Indonesia. “Awalnya orang pada kaget dan mencibir, kenapa Abah Luthfi mengada-ada maulid dengan nyanyi lagu Indonesia Raya. Namun sekarang orang baru sadar betapa pentingnya lagu kebangsaan itu.
Bukan hanya dinyanyikan setahun sekali saat malam tirakatan (malam peringatan Kemerdekaan Indonesia) saja, tetapi setiap acara wajib menyanyikan lagu Indonesia Raya”, jelas Habib Zaenal Abidin yang merupakan menantu Habib Luthfi. Bahkan sekarang Mars Yalal Wathon ciptaan Mbah KH. Wahab Hasbullah dikumandangkan dalam setiap acara pengajian dan acara lainnya untuk menggelorakan semangat cinta tanah air.
Pernah saya mendapati Abah Luthfi yang sedang menerima tamu dari Sunda. Dengan fasih Abah Luthfi berbahasa sunda dengan tamu itu. Begitu juga tamu dari Jawa, Beliau fasih menggunakan bahasa kromo. Tak heran Beliau dipanggil juga dengan sebutan “Kyai”. panggilan Kyai, yang dimaknai Dhofier (2011) sebuah gelar yang diberikan khusus oleh masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur kepada pemuka agama Islam.
Beliau sangat memahami ummat. Abah Luthfi menyampaikan dakwahnya dengan bahasa sederhana, yang mudah dipahami masyarakat dari berbagai kalangan. Beliau mensyiarkan agama dan bela negara dalam satu paket padat yang telah menubuh dalam keseharian beliau. Cerita-cerita Beliau tentang ulama nusantara, para guru-guru Beliau dan para pahlawan negeri Indonesia mengingatkan ummat untuk selalu berpegang teguh pada guru dan mengisi kemerdekaan dengan sepenuh jiwa sesuai profesinya masing-masing. Tanggung jawab inilah yang memang harus dipegang setiap insan manusia, bukan dibebankan pada TNI, Polri dan pemerintah saja.
Sungguh nikmat tiada tara untuk bertemu Beliau. Tidak heran beberapa murid Beliau meluangkan waktu untuk hanya sebatas memandang wajah Beliau, mendengarkan nasehat Beliau. Bahkan menurut penuturuan beberapa murid Beliau tanpa perlu bercerita tentang masalahnya setelah melihat Abah tersenyum rasanya semua masalah hilang dan terselesaikan dengan enteng. Begitu tenangnya hati murid ini, kehadiran Abah Luthfi meneduhkan bagai lautan air yang menyejukkan suasa hati dan pikiran. Semoga kita khususnya anak muda bisa meniru Beliau. Amin
Tulisan ini merupakan bagian dari potongan data harian saya saat menyelesaikan studi S-1 saya di Universitas Negeri Semarang dalam karya ilmiah berjudul “Konstruksi Identitas Nahdhatul Ulama’ dalam Maulid Kanzus Sholawat dan artikel berjudul Nationalism-Mawlid: Teaching of State-Defense
Oleh: Mochammad Najmul Afad AIS Jawa Tengah, Forsil Pascasarjana S2-S3 NU UGM dan Mahasiswa Pascasarjana Antropologi FIB UGM
Tulisan ini merupakan bagian dari potongan data harian saya saat menyelesaikan studi S-1 saya di Universitas Negeri Semarang dalam karya ilmiah berjudul “Konstruksi Identitas Nahdhatul Ulama’ dalam Maulid Kanzus Sholawat dan artikel berjudul Nationalism-Mawlid: Teaching of State-Defense
Oleh: Mochammad Najmul Afad AIS Jawa Tengah, Forsil Pascasarjana S2-S3 NU UGM dan Mahasiswa Pascasarjana Antropologi FIB UGM
Comment here