Lompat ke konten
Oleh: Wachid Maryono
Dalam pelajaran Fisika, titik – titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan disebut hujan. Pagi ini di sela aktivitas ku seperti biasanya. Pekerjaan yang seharusnya sudah menunggu, menjadi hal yang buat istimewa bagiku. Karena hujan dari tadi malam membuat aktivitas tambang lumpuh total sehingga untuk hari ini setelah mengikuti P5M dan P2H unit ku langkahkan kaki ku menuju Masjid Muhaimin di pit stop 11. Sambil berkumpul dengan teman, sembari di selingi obrolan serius dan canda tawa aku isi pagi ini. Sedikit demi sedikit, aku ambil hikmah dari setiap cerita. Karena pada akhirnya pengalaman adalah Guru yang terbaik, baik pengalaman dari diri sendiri dan pengalaman orang lain. Aku menjadi tertarik dengan sebuah cerita dari seorang teman, ketika cuti dan hujan turun pada malam hari. Sebut saja namanya  Andras, dia adalah teman ngaji sekaligus teman sekerja ku. 
Cerita bermula dari Andras, ketika hujan dan turun di tengah malam. Solo, kota budaya sekaligus kota pelajar yang notabene kota yang tidak pernah tidur. Tentu di malam hari sangat mudah di temui penjual makanan dan apapun. Malam yang dingin di Iringi rintik hujan, tentu sebagai manusia pada umumnya dan bersifat manusiawi apabila memiliki rasa lapar. Tidak biasanya Andras nekat keluar untuk membeli makanan pada malam hari dengan kondisi hujan. Dengan bermodal jas hujan dan motor matic, Andras menyusur jalanan kampung di Banyuanyar Solo. Roda motor terhenti tepat didepan angkringan, HIK. Andras pun masuk ke dalam hik sambil memesan jahe anget sambil makan gorengan yang sudah tertata rapi dan masih banyak. Mungkin karena hujan, belum ada pembeli yang mampir ke HIK tersebut. Setelah duduk dan bercakap ria, Bapak penjual tadi mengenalkan namanya. Pak Ahmad. Sederhana, Jujur dan agamis. Karena dalam ceritanya, beliau tidak ada rasa mengeluh bahkan aku (Andras) diajari cara bersyukur. 
Aku merasa tertampar dengan salah satu ucapannya:
“Mas… *Piye wae kudu syukur Mas. Sampeyan ngertos menawi niki jawah, dagangan kulo mboten payu. Tapi kulo tetep syukur Mas, menawi mengkeh dagangan tesih. Ajeng kulo paring ke wonten panti asuhan wonten pinggir mergi kulo. Kulo mboten angsal rezeki wonten dunya, Insya Allah wonten akhirat angsal. Jawah nggih alhamdulilah, pantun lare kulo saget angsal toya. (Bagaimanapun harus bersyukur Mas, Mas melihat kalau hujan dagangan saya tidak laku. Tapi saya tetap bersyukur Mas, kalau nanti dagangan saya tidak laku nanti saya berikan di panti asuhan pinggir jalan. Saya Tidak dapat rezeki di dunia, Insya Alloh di akhirat dapat. Hujan ya Alhamdulilah, padi anak saya bisa mendapatkan air) . Dari situ saya semakin belajar dan semakin saya Menyimak dari setiap ucapan, kenapa tidak terpikir oleh ku. Pak Ahmad yang hanya sebagai penjual HIK saja bisa bersyukur lewat ucapan dan perbuatan. Semoga dengan cerita di atas, kita dapat belajar untuk lebih bersyukur dari setiap kejadian.”
Karena apapun itu, pasti Allah Swt memberikan yang terbaik untuk kita. Dan saya menjadi teringat dengan Guru Sayuti pada waktu kajian nya, “Di balik bala’ itu baik, di balik bala’ itu nikmat. Dan kunci rasa syukur ada di dalam hati, adalah berbaik sangka kepada Allah dan tanamkan rasa syukur, dalam anggota tubuh dan perbuatan.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *