Seorang perdana Mentri terkenal di masanya yang bernama Hasan bin Ali bin Ishaq bin Abbas Atau Thusi. Seorang perdana Mentri yang alim lagi adil. Ia lebih dikenal dengan nama Nidhomul Mulk. Pamornya mengalahkan pamor para raja, para pembesar kerajaan, yang menyamai para Khulafa’. Ia cukupi kebutuhan para fuqoha, para ulama. Ia telusuri jalan kebaikan yang tiada sebelumnya. Ialah yang memiliki jasa besar dalam pendirian Universitas-univesitas terbesar di masanya. Jika ia bersimpuh di hadapan para ulama ia bersimpuh dengan khusyu’, tunduk, beradab di hadapan mereka semua. Kerajaan ialah sistemnya, relasi ialah perantaranya. Universitas yang ia dirikan: Universitas An Nidhomiyah di Baghdad, Balakh, Nisabur, Hari-hari, Ashbahan, Bashroh, Mari, Amil, dan Maushil. Bahkan dikatakan bahwa di setiap kota-kota di Iraq ia membangun banyak Universitas.
Pernah suatu ketika Nidhomul Mulk membuka pengajian Pendektean hadist (Imla’ul Hadist) Jami’ Al Mahdi dan di salah satu Universitas yang ia bangun. Pengajian tersebut dihadiri oleh banyak ulama besar. Karena ia telah mempelajari hadist dari Imam Muhammad bin Ali bin Mihrozurd, Abi Manshur Syuja’, Imam Abul Qosim Al Qusyairi, dsb.
Beliau meninggal pada tahun 482 H karena dibunuh oleh segerombolan kelompok yang diperintahkan oleh Kholifah yang tidak menyukainya. Dan ia katakan sebelum meninggal: “jangan bunuh para pembunuhku karena aku telah memaafkannya.” [Thobaqot Al Syafi’iyah Al Kubro, Tajuddin As Subki, hlm 309-323, vol IV].
Itulah secercah dari biografi Nidhomul Mulk, seorang ulama sekaligus pejabat. Ia agung di kalangan para ulama apalagi pejabat. Karena ia dapat memajukan pendidikan melalui Universitas yang ia bangun, serta ia cukupi semua kebutuhan para ulama dan para pelajar di masanya. Maka wajar Jika Imam Haromain (W. 478) menyusun beberapa karya yang dihadiahkan secara khusus kepada Nidhomul Mulk, seperti: Al Aqidah An Nidhomiyah, dan Ghiyatsul Umam. Yang bertujuan untuk kemaslahatan umat dan adanya sinergi antara ulama dengan Umaro’. Keduanya tidak boleh dipisahkan. Nidhomul Mulk mendapatkan martabat yang tinggi di antara kalangan para ulama; karena ia dapat bersinergi dengan mereka. Walaupun ia sendiri sebenarnya juga berasal dari kalangan ulama. Namun tetap saja di atas langit masih ada langit, di atas seorang ulama masih ada ulama yang derajatnya jauh di atasnya.
Imam Haromain secara detail di dalam Kitabnya Al Ghiyatsi menyatakan kewajiban para Umaro’ untuk memuliakan, menghormati, bermusyawarah dan mentaati para Ulama’. Karena kedudukan tinggi di sisi Allah ada dalam diri mereka. Kemaslahatan duniawi dan ukhrowi ada di tangan mereka. Maka jangan sampai kita menghina, mencaci, mamaku, merendahkan dan menjatuhkan martabat para ulama. Sedikit penulis kutipan statmen Imam Haromain dalam hal ini dari kitab tersebut:
“Di antara yang aku sampaikan di majlis para Umaro’ adalah: Wajib mengagungkan para ulama dalam hal yang mereka lakukan atau larangan yang mereka tinggalkan, karena mereka adalah sauri tauladannya hukum-hukum Allah, tokoh-tokoh Islam, yang mewarisi nabi, pemimpin umat, kuncinya petunjuk. Merekalah yang sebenarnya menjadi pemilik kekuasaan, pemilik keberhasilan dan kesuksesan sebuah negara.” [Ghiyatsul Umam, Imam Haromain, paragraf 116].
“Jika Umaro’ tidak berstatus seorang Mujtahid maka yang wajib ia lakukan adalah mengikuti ulama, di dalam diri pemimpin itu terdapat keselamatan dan kekuatannya para ulama. Umaro’ dengan ulama diperintahkan seperti seorang raja pada zaman nabi, ia diperintahkan untuk berhenti di batasan yang telah nabi batasan”. [Ibid, paragraf 540].
“Maka sudah menjadi sebuah kewajiban atas semua manusia -dari kalangan manapun- untuk kembali kepada para ulama, dan menghadapi semua permasalahan berdasarkan atas pandangan para ulama, jika hal itu mereka lakukan maka mereka telah mendapatkan hidayah kepada jalan yang lurus.” [Ghiyatsul Umam, Paragraf 560].
Dar tiga ungkapan ini -padahal sebenarnya masih sangat banyak- memberikan pengertian yang begitu penting. Di mana sebagai rakyat atau pemerintah harus mematuhi segala masukan dan arahan yang diberikan oleh para ulama. Harus terdaftar sinergi antara Umara dan ulama, keduanya tidak boleh saling menyalahkan. Tidak boleh dipisahkan, dan tidak boleh dijauhi. Karena jika tidak terdapat sinergi, dan sinkron antar keduanya, maka dapat dibayangkan bagaimana kondisi negara yang berdaulat. Rakyat dan pemerintahan berada dalam keterpurukan, hal itu tentu dapat dibayangkan.
Statemen Imam Haromain juga mengarahkan kepada kita kepada sebuah pola pikir di mana kita sebagai manusia dari kalangan manapun harus patuh, tunduk, ikut kepada ulama. Karena mereka adalah golongan yang diangkat derajatnya oleh para nabi. Jangan sekali-kali kita merendahkan ulama, menghina apalagi menjatuhkan martabat mereka; karena akibatnya sangat fatal bagi kehidupan agama dan Negara. Hati-hati dengan para ulama jangan sampai kita salah langkah. Kritik boleh saja, tetapi harus dengan akhlak dan sopan santun sebagaimana perintah Allah SWT.
By: Abdul Aziz Jazuli (Ais Banten)
20 Agustu 2018