Lompat ke konten

Belajar Dari Syeh Muh. Said Romadhon Al Buthi

Di malam musim dingin itu, mahasiswa-mahasiswa berkumpul di Aula utama kampus untuk menunggu kedatangan syeh ternama yang berasal dari Damaskus, Syuriah. Negara yang sampai sekarang belum mendapatkan hak keamanan dan ketenangan. Namun hawa dingin yang begitu menusuk sampai ke tulang sum-sum itu tidak menjadi halangan untuk menghadiri seminar yang diselenggarakan di kampus Univ. Al Ahgaff, Tarim, Hadramaut, Yaman kala itu. Yaitu pada tahun ketiga dari kedatangan saya di kota seribu wali itu. Alhamdulillah, meski pertemuan hanya beberapa kali, Allah swt memberikan nikmat luar biasa. Kala itu beliau memberikan ijazah ‘ammah kepada semua hadirin untuk riwayat yang beliau miliki, terutama semua karya-karya yang beliau tulis.



Terlalu kecil jika hanya sebuah artikel untuk mengenalkan sosok beliau yang jauh di atas rata-rata dan sudah mendunia. Sayangnya, tidak banyak yang menyusun biografinya secara khusus. Jikalau ada namun belum dapat diakses. Maka dengan niat tabarruk kepada beliau, saya ingin menceritakan sedikit biografi ulama kita ini. Nama beliau adalah Muhammad Said bin Mulla Romadhon Al Buthi. Lahir pada tahun 1929 M di Jilka, Pulau Buthon, Turki. .
.
Nama “Muhammad Said” ini, didapatkan oleh ayahnya dari seorang guru murobbinya yang bernama Said yang lebih populer dengan nama Sayyid Siida. Padahal ayahnya memiliki azam untuk menamainya dengan “Muhammad Fudhoil”. Mulla Romadhon menamainya dengan nama gurunya dengan harapan agar kelak ia menjadi seorang ulama, dan Allah mengabulkan doa ayahandanya. [Syakhshiyyat istauqofatni, Muh. Said Romadhon Al Buthi, hlm 19] .

Syeh Muhammad Said di masa kecilnya di lingkungan yang miskin dan keluarga miskin. Meski demikian, beliau adalah putra dari seorang tokoh yang terpandang, seorang ulama besar, pakar dalam fiqih syafi’i, yang berprofesi sebagai penjual kitab dan buku-buku. Pada umur beliau yang ke 13 ia bersama ayah dan keluarganya pindah ke kota Damaskus, pusat keilmuan, ulama dan pakar fiqih. Lingkungan inilah yang mendidik beliau sehingga beliau menjadi seorang tokoh ulama besar di masanya. Beliau dikenal tidak hanya sebagai seorang ulama, namun juga sebagai seorang yang sholeh dan diketahui kedekatannya kepada Allah swt sebagaimana pengakuan dari ulama-ulama besar Syam. Wajar jika beliau dapat mencapai itu semua; karena di samping beliau belajar agama kepada ulama-ulama yang tersebar di daerah Damaskus, beliau juga mendapatkan perhatian dalam hal pendidikan yang ditangani langsung oleh ayahandanya. Sehingga pada umur enam tahun beliau sudah dapat menghafalkan al Qur’an dengan lancar. Bahkan diketahui bahwa setiap harinya, wirid yang didawamkan adalah 10 juz, sehingga dalam waktu 3 hari sekali, beliau dapat mengkhatamkan al Qur’an. Kemudian pada tahun 1953 M beliau melanjutkan pendidikannya di Univ. Al Azhar, Cairo, Mesir sampai selesai. Setelah selesai dari kuliahnya pada tahun 1955 beliau kembali ke Damaskus untuk menyebarkan ilmu yang sudah beliau dapatkan. Dan di sela-sela kegiatannya yang begitu padat beliau menyempatkan diri untuk menulis karya-karyanya. Di antaranya adalah: Fiqih Siroh, Kubrol Yaqiniyyat Al Kauniyyah, Hadza Walidi, Syakhshiyyat Istsauqofatni, Al Insan Mukhoyyar am Musayyar, Syarah Hikam, dan lain sebagainya. Sehingga, manfaat beliau tidak hanya dapat dirasakan dari lisan beliau akan tetapi juga melalui tulisan-tulisan beliau. Sehingga, meskipun beliau sudah tiada di alam dunia ini, manfaat dan ilmunya masih dapat kita rasakan sampai saat ini.
 Namun sayang seribu sayang, pada hari Kamis, 21 Maret 2013, ketika beliau berada di dalam masjid Jami’ Al Iman untuk mengajar tafsir Al Qur’an untuk menambah wawasan kepada para hadirin serta menambah keimanan dan ketakwaan, terdapat oknum-oknum -yang membenci beliau karena tidak sesuai dengan pandangan politik mereka- mereka mengirim pelaku bom bunuh diri untuk membunuh beliau dan beliau meninggal seketika karena bom itu mengenai jasad beliau secara langsung serta 42 orang yang mengikuti pengajian beliau. Semoga Allah swt mengampuni beliau dan mengumpulkan kita bersama beliau di akhirat kelak. [Muhammad Said Romadhon Al Buthi wa Atsaruhu Al Adabiyyah, 23]

Beliau memiliki hubungan yang sangat baik dengan pemerintah yang dipimpin oleh Hafidh Asad semenjak awal-awal tahun 90 an. Hafidh Asad karena sangat menyukai kepribadian beliau sebagai seorang ulama, maka ia sering kali mengundangnya di rumahnya dan sering kali mengadakan pertemuan-pertemuan yang lama dalam rangka memusyawarahkan urusan umat Islam. Dan dengan kedekatan Syeh Al Buthi ini, beliau dapat membantu pembebesan dari sekian banyak orang-orang yang dipenjara karena kasus politik, terutama terkait benturan dengan Ikhwanul Muslimin. Di samping itu dengan kedekatan beliau ini beliau dapat membantu urusan-urusan yang berkaitan dengan pondok-pondok pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Suriah. Pada masa Presiden Basysyar Asad pun masih memiliki hubungan yang baik dengan pemerintah untuk kepentingan dan kemaslahatan umat.

Memang pada waktu itu -sekitar tahun 2013- kondisi keamanan Suriah memang mulai tidak kondusif, demo dan massa mulai dikumpulkan untuk melakukan revolusi; karena menilai bahwa Pemerintah yang berkuasa merupakan pemerintah yang dholim dan berbagai macam tuduhan-tuduhan. Terlebih dengan munculnya media-media yang sengaja memprovokasi masyarakat agar benci dengan Pemerintah. Bahkan seorang ulama memfatwakan bahwa syeh Muhammad Said Romadhon Al Buthi halal darahnya, lantaran pro dengan pemerintah. Tetapi dengan kematian syeh Al Buthi dan suksesnya revolusi itu tidak memperbaiki kondisi dan justru kondisi Suriah malah semakin parah. Dapat dibuktikan bahwa sampai saat ini, kondisi Suriyah masih mengenaskan dan konflik belum terselesaikan sampai saat ini, walaupun mereka berhasil menggulingkan pemerintah. Tapi hal itu tidak memperbaiki keadaan yang ada, dan justru sebaliknya, keadaannya semakin parah. Hal ini tentu harus kita jadikan sebagai sebuah pelajaran agar kita menjaga kedamaian, keamanan dan keadaan yang kondusif. Karena di balik itu semua ada orang ketiga yang akan bertepuk tangan bahagia jika sebuah negara pecah.

Sumber  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *