Lompat ke konten

Tabarruk-kan Melalui Tulisan Dengan Menjadi Wartawan

“Apakah suara kaum santri telah mendapat tempat yang memadai di ruang media?”

Sebagaimana kita ketahui bersama iklim lintas budaya pergaulan di pesantren-pesantren Indonesia hari ini intensitas pergaulan santri beralih ke ruang-ruang digital, dengan berbagai bentuk tekstual maupun visual yang mempengaruhi cara pandang sensitivitas santri dalam mengenali konstruksi kedaerahan tertentu untuk menjaga narasi keagamaan di lingkup pesantren. Karena santri adalah makhluk berbudaya.

Adanya wadah media berita seperti LTN NU Jabar ini, harus memberi prioritas untuk karya tulisan berita-berita yang ditulis langsung oleh kaum santri. Mulai dari persoalan-persoalan sosial-keagamaan, fenomena budaya, termasuk isu-isu pendidikan berbasis kepesantrenan yang terjadi di masyarakat pada dewasa ini.

Dengan melihat posisi wartawan sebagai “aktor wacana yang aktif” di era media digital saat ini, tentu peran wartawan dalam menangkal berita palsu (hoaks) yang dangkal di media sosial dapat memutus aliran pendistribusian informasi palsu tersebut.

Jadilah jurnalis yang santri, santri yang jurnalis serta memiliki muatan kreatif, inovatif dan inklusif atau yang memiliki karakter terbuka terhadap keberagaman budaya yang ada dan memiliki rasa toleransi tinggi, serta dapat menerima dan mudah berinteraksi dengan budaya lain.

Sikap inklusif merupakan sikap yang bisa memahami sudut pandang orang lain. Karena ini era digital adanya pemutakhiran teknologi telah menciptakan ekosistem pergaulan di ruang digital yang rentan akan sajian informasi palsu (hoaks).

Dalam perjalanan sejarah media cetak milik NU timbul-tenggelam seiring dengan dinamika pers di Indonesia. Jika menarik garis besar waktu dari masa silam hingga kini maka akan tergambar jelas kiprah NU dalam meramaikan dunia pemberitaan Islam di Indonesia.
Salah satu pendiri NU yakni KH Wahab Chasbullah merupakan kiai sekaligus pimpinan redaksi pertama yang menyadari betul betapa pentingnya pers, bahkan beliau sempat mengatakan “sebuah perkumpulan yang tak memiliki media, sama halnya dengan perkumpulan buta tuli” (dilansir dari Kompasiana/Juli 2022).
Untuk diketahui adapun media cetak NU yang dikenal dengan Majalah Swara Nahdlatoel Oelama pada tahun 1927. Kedua, Majalah Oetoesan Nahdlatoel Oelama (1928). Ketiga, Majalah Berita Nahdlatoel Oelama di tahun 1931-1953. Kemudian ada lagi produk pemberitaan dengan nama Berita LINO yang merupakan singkatan dari Lailatul Ijtima’ Nahdlatoel Oelama.

Bentuk media ini lebih mirip dengan bulletin yang diterbitkan oleh PBNU sejak tahun 1937’an.

Suara ANO yang merupakan majalah Suara ANO pada tahun 1937. Majalah Suara ANO diterbitkan dan dicetak dengan stensilan— di antara produk jurnalistik lainnya; Suluh Nahdlatul Ulama, Suara Ansor, Obor Revolusi (koran harian), Majalah AULA PWNU Jawa Timur sejak tahun 1978 sampai saat ini.

Buletin Jurnal Khittah pada tahun 1983, Tabloid Warta NU dari tahun 1985-2005, Majalah Santri yang diterbitkan oleh Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) di tahun 1996, Tashwirul Afkar sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Lakpesdam PBNU yang hanya terbit setiap triwulan. Majalah Risalah NU (Nahdlatul Ulama) diterbitkan pada tahun 2007 dan pada 11 Juli 2003 PBNU mengesahkan situs web NU ONLINE.

NU ONLINE pernah mendapatkan penghargaan “Komputeraktif Award” sebagai situs Indonesia Terbaik di tahun 2004-2005 dalam kategori Sosial Kemasyarakatan.

NU ONLINE sebagai situs web resmi milik PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang berdiri sejak 11 Juli 2003. Media NU ONLINE senantiasa memberikan informasi bagi Nahdliyin, khususnya dan masyarakat Muslim di Indonesia. Kini NU ONLINE telah memasuki usia 20 Tahun, (11 Juli 2003-11 Juli 2023), NU ONLINE mendapatkan apresiasi tinggi dengan meraih dua penghargaan sekaligus pada perhelatan KASAD AWARD, dengan kategori “Keberagaman dan Toleransi” dan “Melawan Radikalisme” pada 10 Juli 2023 di Markas Besar Angkatan Darat.

Dengan kata lain NU ONLINE adalah “Pemimpin Opini” yang konsisten dalam menyebarkan konten informasi berbasiskan keislaman Ahlussunnah Wal Jamaah (ASWAJA) di tengah gempuran media-media puritan (pemurnian islam) yang kian tumbuh subur di tengah masyarakat pada dewasa ini.

Semoga di Harlah Ke-20 Tahunnya NU ONLINE menjadi titik sentrum peradaban media berbasiskan keislaman yang tetap konsisten menyebarkan ajaran-ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah lewat narasi-narasi Islam yang menyejukkan umat dan menjadi garda terdepan dalam menyiarkan berita yang memulihkan wawasan dan pengetahuan masyarakat nahdliyin di era digital. Bahwa banyak jalan bagi santri demi mencari keberkahan, salah satunya dengan bertabarruk-kan melalui tulisan dan menjadi wartawan.*)

Abdul Majid Ramdhani/AISNU.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *