Jakarta – Sabtu (15/10) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar NU Women Festival sebagai rangkaian peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama yang bertempat di Graha Pertamina Jakarta. Mengusung tema “Perempuan NU : Berdaya dan Berkarya”, acara ini merupakan momen selebrasi bagi para perempuan NU dalam memperkuat barisan secara struktural maupun kultural untuk memperkuat kerja–kerja strategis berbasis akar rumput terkait 3 isu strategis perempuan, yakni perlindungan perempuan dan anak, penanganan perubahan iklim dan pemberdayaan perempuan dalam ekonomi berkelanjutan.
Acara ini dihadiri dan diikuti oleh ribuan Perempuan NU, baik secara fisik maupun virtual. Rangkaian acara yang diselenggarakan antara lain; pemutaran video perjalanan, kiprah dan karya perempuan NU, peluncuran Satgas NU Women secara simbolik yang diwakili oleh 9 perempuan NU lintas generasi dari 9 kota di Indonesia, Deklarasi 21 perwakilan Bu Nyai dari berbagai tempat di Indonesia “Menentang Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan”, dan Peragaan Kerudung Nusantara. NU Women Festival juga diisi dengan NU Women Talk “Perempuan NU dan Kepemimpinan Masa Depan” yang membahas 3 tema utama yaitu; Perempuan dan Lingkungan, Pemberdayaan Ekonomi dan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak.
Tidak hanya itu, kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah Menteri seperti Erick Tohir selaku Menteri BUMN yang juga ditunjuk sebagai Ketua Pengarah Satu Abad NU, Bintang Puspayoga selaku Menteri PPPA RI, dan Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan RI. Dalam masing-masing sambutannya, para Menteri mengapresiasi langkah progresif PBNU dalam mendorong partisipasi perempuan secara aktif di masyarakat dan terlibat langsung mengatasi isu-isu besar mendatang.
Ketua Organizing Committee (OC) NU Women, Zannuba Ariffah Chafsoh mengatakan bahwa pembentukan NU Women adalah sebuah langkah progresif dalam menyikapi isu-isu perempuan yang sudah sejak lama mendera negeri dan dunia.
“Ini merupakan sebuah langkah yang sangat progresif. Perempuan NU (NU Women) ini sebenarnya ruang perjumpaan di antara banyak jaringan-jaringan NU. Selama ini memang sudah ada, tapi kita dipertemukan dalam sebuah gerakan besar,” kata perempuan yang lebih terkenal dengan nama Yenny Wahid.
NU Women, menurut Yenny Wahid sebagai ruang perjumpaan bagi para perempuan NU, baik yang tergabung dalam struktur maupun yang bergiat secara kultur. NU Women juga berperan sebagai sebuah konsolidator dan agregator bagi seluruh jaringan NU yang mengurusi masalah-masalah kewanitaan, agar terjadi sinergi yang lebih dinamis dan terarah dalam melaksanakan upaya untuk membawa maslahat di masyarakat.
Yenny Wahid menegaskan bahwasannya NU Women bukanlah sebuah badan otonom (Banom), tapi menjadi sebuah hub atau sekretariat bersama, di mana stakeholdernya adalah semua Banom NU yang ada saat ini.
Dalam sambutan ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa NU Women atau Perempuan NU harapannya akan membawa kita pada masa depan perempuan yang lebih baik, pada kualitas perempuan yang lebih baik, sehingga nanti Inshaallah dengan keyakinan yang dalam akan meningkatkan kualitas peradaban, dalam corak besar masyarakat Indonesia. Perempuan sebetulnya memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat. Sehingga bila kita berbicara tentang kesetaraan gender dalam konteks budaya masyarakat Indonesia, hal itu dirasa kurang tepat. Hal yang perlu dipikirkan lebih dalam adalah bagaimana kita meningkatkan kualitas perempuan.
Sebagai salah satu komitmen dan tindak lanjut dari kerja-kerja strategis dan konkret NU Women ke depan untuk pemajuan perempuan NU, PBNU menyepakai Memorendum of Understanding (MoU) dengan sejumlah pihak. Salah satunya dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPA) meningkatkan sinergitas bersama dalam perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak.