Kartini Contoh Santri Teladan Bu Nyai
Kyai Zulfa melanjutkan, Raden Ajeng Kartini pantas disebut sebagi sosok teladan bagi Bu Nyai. Bagi para santri putri. Karena Kartini menjadi santri yang tulus dan semangat mengembangkan ilmu. Terbukti dia mendirikan sekolah untuk kaum putri.
Yang istimewa, kata dia, Kartinilah yang memohon, mendorong gurunya, Syaikh Muhammad Sholeh bin Umar alias Mbah Sholeh Darat menulis terjemah tafsir al-Qur’an. Terjemahan tafsir karya Mbah Sholeh Darat, adalah karya penerjemahan Al-Qur’an pertama dalam bahasa Jawa. Sehingga dari peran Kartini itulah, orang Jawa termasuk kaum wanita, bisa mengerti arti dan makna al-Qur’an.
“Kartini patut kita kenang jasanya. Beliau pembentuk peradaban belajar khususnya kaum wanita,” tandas santri (alm) Kyai Sahal Mahfud ini.
Lebih lanjut dia lanjutkan, ada tokoh ulama perempuan lain yaitu Nyai Arnah santrinya Syaikh Nawawi Al-Bantani. Nyai Arnah asal Cimanuk, Pandeglang, Banten, mengajarkan tafsir Al-Qur’an di masa masih sepi ulama perempuan mengajar tafsir. Lalu, dari Bandung ada Nyai Maryam yang membuka semacam pesantren kecil di Makkah dengan santri laki-laki.
“Kala itu, santri-santri dari Jawa kalau datang ke Makah, ngajinya sama Nyai Maryam dan Nyai Arnah,” terangnya.
Di tempat sama, Wakil Gubernur Jateng KH Taj Yasin mengatakan, berkumpulnya para Ibu Nyai merupakan energi positif bagi pemerintah dan warga masyarakat Jawa Tengah. Dia meminta para Ibu Nyai tidak hanya mengajar di dalam pondok pesantren. Tetapi perlu membuka ruang baik faktual maupun digital untuk menerima pertanyaan dari masyarakat. Terutama ibu-ibu dan remaja putri.
“Para Ibu Nyai perlu membuka ruang untuk menerima pertanyaan dari umat. Contoh saya lihat di ajang Car Free Day tiap Ahad pagi di Simpang Lima Semarang, Remaja Masjid Raya Baiturrahman Semarang membuka layanan konsultasi. Ternyata banyak sekali ibu-ibu dan remaja putri bertanya tentang hukum agama. Tentang syariat, ibadah dan sebagainya,” tutur putra (alm) Kyai Maimoen Zubair tersebut.
Tentang jumlah santri putri yang mencapai 60%, Gus Yasin menyebut peningkatan itu karena peran Bu Nyai dan Ning (puteri kiai).
“Saya yakin orang-orang datang ke pesantren karena kedekatan dengan Bu Nyai sehingga pondok pesantren putri jumlahnya meningkat,” ucapnya.