Baca manuskrip yuk !
Konon, manuskrip itu terkesan klasik, tertinggal, membosankan, tidak populer dan karenanya tidak banyak diminati banyak orang. Padahal manuskrip itu walaupun klasik tetap asik, memang tidak ramai namun kaya akan nilai.
Manuskrip dapat memandu kita menapaki jalan pintas untuk menyelami sejarah, tradisi, peradaban, ilmu pengetahuan dari masa lalu yang belum terungkap.
Tips Membaca Manuskrip
Sedikit tips untuk kalian yang ingin memulai mencoba membaca manuskrip.
- Persiapkan niat yang bulat, dan tekad yang kuat.
- Cobalah memilih tema-tema yang kalian suka, misal tema keagamaan, kesehatan, politik, akhlak, romantika, astronomi. Tinggal pilih, semua tema masa kini, masa lalu dan masa depan ada banyak.
- Pilih teks yang kalian kuasai bahasa dan aksaranya. Contoh aksaranya Arab bahasanya Jawa (Pegon). Bagi santri, Pegon adalah makanan sehari-hari dan sudah hafal rumusnya, ada banyak pilihan selain Pegon ada juga akasara Serang (huruf Arab bahasa Bugis), Lontarak, dan lainnya yang yang merupakan aksara Arab dengan menggunakan bahasa daerah.
- Jangan memaksakan diri untuk mengkhatamkan bacaan dengan segera, mulailah membaca perlahan, teliti dan hati-hati. Sebab membaca manuskrip membutuhkan perhatian khusus dan fokus yang tinggi.
Akses Manuskrip Nusantara
Untuk membaca sebuah manuskrip sekarang tidak lagi repot membuka fisik naskahnya, dan pergi jauh untuk mendapatkan informasi naskahnya. karena sekarang sudah banyak akses digital yang memudahkan kita dalam mencari manuskrip lengkap dengan deskripsi keterangan pemilik naskah dan ukuran fisik naskah.
Salah satunya pada laman http://dreamsea.co/ website yang menyediakan manuskrip-manuskrip versi digital koleksi masyarakat Asia Tenggara, disertai keterang fisik naskah, keadaan naskah, asal usul naskah, dan pemilik naskah.
Di antara banyak naskah yang sudah didigitalkan di sana, terdapat satu naskah dengan kata kunci cinta, yang berbicara tentang pedoman bagi kehidupan keluarga dengan judul Hadīyat al-nisā’ fī targhīb ‘ushrat al-nisā’ karya ulama Nusantara asal Palembang.
Hadīyat al-nisā’ fī targhīb ‘ushrat al-nisā’
Salah satu manuskrip nusantara adalah kitab Hadīyat al-nisā’ fī targhīb ‘ushrat al-nisā’. Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu dengan aksara Arab (Jawi Pegon). Sebagaimana tertuang dalam kata pengantarnya, Syaikh Muhammad Azhari menulis karyanya ini merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Pengarang menulis :
(ketahui olehmu thalib, perintah yang demikian itu qablal ijma’ firman Allah wa ‘āsyirụhunna bil-ma’rụf, fa ing karihtumụhunna fa ‘asā an takrahụ syai`aw wa yaj’alallāhu fīhi khairang kaṡīrā. Artinya berkasih-kasihanlah kamu dengan istri kamu dengan membawa kebajikan dan memberi nafkahnya dengan kata kata yang kebajikan maka jika benci kamu akan mereka itu karena keji kejadiannya maka mudah-mudahan bahwa yang kamu kebencian itu di jadikan Allah taala kebencian itu terbalik kebajikan yaitu dibalas dengan pahala anak dengan anak yang shalih).
[recto hal.2]
Artinya, ketahuilah wahai para santri bahwa perintah Allah dalam surat An-Nisa ayat 19 itu menganjurkan kepada kalian untuk saling berkasih sayang kepada istri-istri kalian dan memberinya nafkah. Dan jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Salah satu hal yang menarik dari kitab ini adalah sebuah hadits yang berbicara tentang bagaimana seorang istri bisa mendapatkan pahala seperti orang yang pergi haji dan umrah bahkan lebih baik dari mengerjakan keduanya hanya dengan memandang wajah sang kekasih yaitu suaminya.
Pengarang menulis :
(Sabda Nabi SAW bermula makanan yang telah diperbuat akan dia bagi suaminya itu terlebih baik baginya daripada haji dan umrah, dan khidmatnya bagi suaminya itu dinding daripada api neraka, dan melihatnya kepada muka suaminya itu tasbih. Alhadits). [recto hal.13]
Artinya, Nabi bersabda makanan yang disediakan oleh istri kepada suaminya lebih baik daripada istri itu mengerjakan haji dan umrah, dan khidmatnya seorang istri terhadap suaminya adlah sebagai benteng dari api neraka, sedangkan melihat wajah suami bagi seorang istri adalah tasbih (berdzikir).
Naskah ini merupakan koleksi pribadi milik Kemas Haji Andi Syarifuddin Asal Palembang. Naskah berukuran 21 x 17.4cm dengan teks blok 16 x 13 cm, ditulis menggunakan kertas Eropa tanpa watermak. Naskah beraksara Arab Jawi (Pegon) berbahasa Melayu.
Jumlah keseluruhan halaman kitab adalah 28 (dua puluh delapan) halaman. Yang terdiri dari 14 recto (sisi depan halaman naskah) dan 14 verso (sisi belakang halaman naskah). Sedangkan struktur kitab ini sendiri terdiri dari judul, sebuah pengantar yang cukup singkat tanpa adanya khotimah (penutup), tidak ditemukan kolofon (catatan penutup oleh pengarang/penyalin naskah dan terletak di akhir teks)
Syaikh Muhammad Azhari al-Falimbani
Sejarah menyajikan bahwa Palembang memiliki ulama kharismatik yang produktif dalam menulis bernama Syaikh Muhammad Azhari, beliau hidup di akhir abad 19, awal abad 20.
Syaikh Muhammad Azhari memiliki nama lengkap Kemas Muhammad Azhari bin Kemas H. Abdullah bin Kemas H. Asyiquddin bin Kemas H. Shafiyuddin bin Kemas H. Muhammad Hayauddin bin Kemas Abdullah Jalaluddin bin Kemas Shalehuddin bin Kemas Abdullah Alauddin bin Wandung Mahmud bin Kemas Abdurrahman bin Sunan Kudus.
Beliau dilahirkan pada malam Jum’at 9 Rabiul Awwal 1273 H bertepatan dengan tahun 1856 M. Selain berguru pada ayahnya, beliau juga berguru kepada ulama-ulama Palembang pada masa itu, seperti Kgs. H. Abdul Malik bin Kgs. H M. Akib, Syaid Hasyir Jamalullail, dan Datuk Muhammad Rasyid. Dan Syaikhah binti Abdus Shamad al-Falimbani juga merupakan gurunya.
Wallahu ‘alam bisshowab.
(6/1), (Fatayat Qur’ani, AISNU Batavia).